Cagar Budaya

Tour Becak Turis Mancanegara di Baciro
Sebagaimana lazimnya kawasan cagar budaya, tidak mengherankan kalau hampir setiap hari Baciro selalu dikunjungi oleh turis-turis mancanegara. Nampaknya keasrian lingkungan, ragam corak arsitektur bangunan dan nilai-nilai historis yang dimiliki memang menjadi point of interest yang cukup mengundang perhatian mereka.

Secara mendasar, ada dua gaya arsitektur bangunan yang mendominasi kawasan Baciro. Yang paling banyak kita jumpai adalah gaya Hindies yang kebanyakan dibangun pada era 1850-an. Berciri atap rendah dengan teritisan menjorok ke depan dan serambinya yang luas serta di bagian atapnya terdapat uilendzolder, yaitu bangunan rumah-rumah kecil berbentuk seperti perujudan burung hantu berfungsi sebagai hiasan sekaligus angin-angin sirkulasi udara.

Arsitektur Bergaya Indies
Saat ini tipe bangunan Indies yang masuk kategori cagar budaya di Baciro bisa kita jumpai pada kediaman Ibu Tuning di jalan Gambir no. 9, Ibu Diah Kusumastuti di jalan Kantil no. 4, Bapak Soejatto di jalan Kemuning no. 21, Bapak Sarojo di jalan Menur no. 6, Bapak Moesbagyo di Kenangan no. 4 dan Bapak Jafar Alaidrus di jalan Gambir no. 7.

Sedangkan gaya yang satu lagi adalah arsitektur bercorak Jengki, yang awal kehadirannya muncul pada tahun 1950-1960. Gaya Jengki adalah simbol yang mencerminkan kebebasan dan kemerdekaan dari penjajahan dengan bentuk yang bertolak belakang dengan bangunan Belanda. Saat ini bangunan seperti ini di Baciro bisa kita saksikan pada hunian yang beralamat di jalan Gambir no. 3.

Arsitektur Bergaya Jengki
Ciri-ciri gaya Jengki adalah kedua bidang atap utamanya digeserkan bubungan sehingga muncul perbedaan tinggi masing-masing atap. Kemiringan yang dipilih tidak lebih kecil dari 35 derajad. Sedangkan atap teras biasanya berbentuk seperti gergaji.